Book Quotes | Insya Allah, Sah! - Achi TM

Konten [Tampil]

Baca juga yaa ... BOOK REVIEW | INSYA ALLAH, SAH! by ACHI TM

Selain kovernya yang manis dan menarik perhatian banget, isi dan alur ceritanya juga nggak kalah menariknya dari kover. Banyak hal-hal positif yang bisa kita petik dan pelajari setelah membaca novel ini. Salah satunya adalah banyaknya kutipan-kutipan yang bisa menjadi pedoman dan inspiratif bagi pembaca. 




“Silvi kamu kan cantik… sayang kalau kecantikan kamu diumbar ke sembarang lelaki, lho. Coba deh, pakai jilbab.
Nanti aja kalau udah dapat hidayah.” (hal. 20)

“Menjadi sukses adalah cara terbaik membalas dendam pada orang yangsudah mem-bully kita.” (hal. 41)

“Memang nggak baik pacaran, apalagi lama-lama. Setan itu selalu menggoda dimana saja.” (hal. 45)

“… kalau belum menikah jangan gandeng-gandeng tangan begitu. Kan, belum muhrim.” (hal. 47)

“Silvi, lebih baik kamu mendesain baju yang lebih tertutup, kalau perlu baju muslimah. Itu lebih baik dari pada mengajarkan orang berbuat dosa dengan membuka aurat mereka.” 
(hal. 51)

“Aduh, mbak Kiara, masa kak Silvi disuruh gambar baju kurung kelebihan bahan gitu sih. Nggak keren tau, ah… kayak orang zaman batu aja, nggak modis.
Lha, justru orang zaman batu itu bajunya minim-minim nyaris nggak pake baju, Gina. Menutup aurat itu adalah salah satu ciri manusia modern.” (hal. 55)

“Bu, insya Allah dalam islam semua hari baik untuk menikah. Nggak perlu pakai acara hitung-hitungan hari baik. Insya Allah semua baik.” (hal. 59)

Terus kenapa nggak shalat?
... kapan aku ada waktu buat shalat? I'm really busy, Kia.
Malaikat Izrail juga busy lho, Sil.” (hal. 69)

“Lelaki shaleh untuk perempuan yang shalehah. Lelaki baik untuk perempuan baik.” 
(hal. 73)

“Pacaran itu tidak ada dalam agama islam, apalagi kamu pakai jilbab. Malu dong sama Allah dan malu sama jilbab yang kamu pakai.
Perbaiki akhlak dan ibadah kalian. Masih SMA kok, masih punya waktu buat ibadah, bukan buat maksiat.” (hal. 86)

“Raka dari tadi diam aja. Tumben banget.
Kan lagi azan, Mas. Kita hormati yang azan, supaya nanti pas sakhratul maut  kita dimudahkan mengucapkan dua kalimat syahadat.” (hal. 96)

“Menikah tak cukup hanya dengan cinta. Istri harus tahu apa hak dan kewajibannya terhadap suami, begitu juga suami. Dalam buku panduan pernikahan islam, kamu akan tahu banyak hal. Bahkan hubungan intim suami istri pun diatur dalam islam. Dengan mengikuti petunjuk dari Allah, insya Allah bisa jadi keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah.” (hal. 108)

“Gina, Allah saja menutup aib kita lho. Masa kamu tega membuka aib kakak kamu didepan saya, sih?” (hal. 110)

“Perbuatan maksiat itu seperti bom waktu. Dia kadang diabaikan, tapi sebenarnya sedang mempersiapkan diri untuk meledak.
Meledakkan apa?
Ya meledakkan manusia itu sendiri. Memang Mbak piker minuman keras, seks bebas, pembunuhan, pencurian, jika dibiarkan bisa membuat manusia itu damai.” (hal. 119)

“Allah pasti punya rencana atas setiap kejadian, Mbak.” (hal. 132)

“Menikah berarti harus patuh sama suami.
Taat. Berat memang. Tapi itu salah satu kunci pintu surge bagi seorang istri.” (hal. 137)

“Dion yang kamu lihat sekarang akan berbeda dengan Dion yang menjadi suami kamu. Namanya orang pacaran, pasti mau kasih lihat yang bagus-bagus aja, kan? Kamu sendiri begitu, kan?” (hal. 138)

“Saat kita memarkir mobil adalah saat di mana resepsi kita diadakan. Kita lalu turun, selesai resepsi. Kita berjalan lurus, melewati tanjakan. Dalam pernikahan pun tak selamanya jalan terasa mulus, pasti ada konflik menanjak, ada masa-masa ekonomi surut seperti jalan menurun. Lalu melewati jalan berliku, kehidupan sulit ditebak bagaimana kelanjutannya. Jalan kecil yang semakin sempit dan sempit... Tapi kesabaran dalam perjalanan pernikahan akan menemukan jalan lebar. (hlm. 149)

“… bahwa pernikahan itu sesuatu yang sakral. Mengikuti sunnah Rasul dan disukai Allah. Tapi Allah tidak suka pemborosan, bermewah-mewahan. Jadi sebaiknya resepsi pernikahannya sederhana saja. Tidak perlu gedung mewah ….” (hal. 151)

“Alquran itu kalau bisa diletakkan di tempat terjangkau, Sil. Supaya bias terus dibaca dan bias selalu ada dihati kita. Itu cara memuliakan Alquran. Dibaca. Bukan disimpan di lemari dan di saying-sayang. Memangnya pajangan.” (hal. 165)

“Setiap orang sudah diberi jatah hidup masing-masing.” (hal. 167)

“Keindahan itu adalah aurat, permata yang harus dijaga ya.” (hal. 167)

“Lagi pula bersedekah itu bukan mengurangi uang kamu tapi menambahkan, melipatgandakan. Karena akan diganti sama Allah. Bersedekah, zakat, itu seperti membersihkan uangmu. Ada hak orang miskin dalam hartamu.” (hal. 195)

“Karena memutuskan tali silaturrahmi itu bias mempersulit rezeki dan mempersulit hidup kita.” (hal. 218)

“Maka sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai maka tegaklah. Dan kepada Tuhanmu hendaklah engkau berharap (Al-Insyiraah, Ayat 5-8).” (hal. 212)

“Disakiti dan terluka oleh lidah bekasnya lebih dalam dan susah hilang dibandingkan luka oleh pedang.” (hal. 219)

“…, nazar alias janji kepada manusia saja harus ditepati, apalagi nazar kepada Allah. Wajib hukumnya menepati nazar kepada Allah. Apalagi jika nazar itu tidak melanggar perintah Allah.” (hal. 220)

“Semua orang selalu bilang nggak siap. Apa kita pernah siap saat dilahirkan? Pernah siap untuk jadi remaja? Siap untuk dewasa? Apa kita siap untuk tua? Apa kita siap untuk mati?” (hal. 220)

“Memakai jilbab itu wajib, siap nggak siap kamu harus melakukannya. Manusia itu harus selalu berubah menjadi lebih baik.” (hal. 221)

“Allah sudah kasih kamu hidup menyenangkan, sehat, mapan, rezeki lancer, masa tidak mau sedikit pun berterima kasih dengan mengikuti perintah-Nya?” (hal. 225)

“Menjadi perempuan berhijab bukan berarti kita nggak care sama perawatan rambut, wajah, dan badan kita. Merawat anggota tubuh kan salah satu bentuk syukur kita kepada Allah,” (hal. 229)

“Memulia itu memang sulit, tapi jika dilakukan karena Allah, insya Allah pasti akan dimudahkan.” (232)

“Jilbab adalah ‘alarm’ bagi kita untuk selalu menjalankan hidup sesuai dengan ajaran-ajaran islam.” (hal. 240)

“Saya jatuh cinta pada perempuan yang saya pikir jauh dari agama. Tapi saya berusaha menjaga hati saya, saya hanya mampu berdoa supaya Allah memberikan hidayah untuk perempuan itu agar dia jadi muslimah yang lebih taat.” (hal. 286)

“… kekuatan doa dari seseorang yang tulus, saya rasa bias mengubah segalanya. Allah mahakuasa, tak ada yang mustahil bagi Allah.” (hal. 286)

“Cinta itu nggak kenal kasta. Nggak kenal waktu, usia, atau apa saja. Cinta itu seperti … takdir.” (hal. 286)

“Perempuan menangis tidak harus cengeng, Silvia, karena setangguh apa pun perempuan, dia pasti menangis. Karena hatinya lembut dan penuh kasih sayang. Ketika istriku kelak menangis di bahuku itu artinya dia mempercayaiku sebagai lelaki yang bias menghapus air matanya. Yang bias diandalkan olehnya.” (hal. 288)

“Yang mengumpat kamu tak lebih baik dari kamu. Kamu juga jangan balas mengumpat.” (hal. 295)

“Pacaran setelah nikah lebih asyik, Sil, … Kalau jodoh, mau berpisah di belahan  mana pun pasti akan dipertemukan sama Allah.” (hal. 318)

“Cara Allah mempersatukan dua insane dalam satu pernikahan tak pernah bias diduga oleh manusia.”(hal. 318)

Semua orang selalu bilang nggak siap (ketika memakai jilbab). Apa kita pernah siap saat dilahirkan? Pernah siap untuk jadi remaja? Siap untuk dewasa? Apa kita siap untuk tua? Apa kita siap untuk mati? —hlm. 220

Related Posts

Post a Comment